Strategi menghadapi masalah hukum (Disajikan oleh : Prof. Dr. ANDRY CHRISTIAN, SH, MH)
(1)
Beberapa
alasan strategis mengapa PAUD perlu diintensifkan: Memenuhi hak
anak untuk tumbuh dan berkembang secara baik (UUD 1945/Konvensi Hak
Anak).Mengoptimalkan masa emas perkembangan anak (Kajian Neuro-sience,
psikologi, & pedagogi), Meningkatkan kesiapan anak bersekolah (Hasil
riset/empirik), Meningkatkan efisiensi pendidikan: menurunkan angka mengulang
kelas dan meningkatkan kemampuan anak untuk mengikuti pendidikan lebih tinggi
(UNESCO, 2004), Jangka panjang: (1) meningkatkan produktivitas kerja,
kesejahte-raan hidup, penerimaan pajak; (2) menurunkan angka kejahatan dan
pengangguran (UNESCO, 2004), Sebagai investasi
sumber daya manusia (human capital) yang paling menguntungkan
(James Heckman, 2003).
Berdasarkan landasan
kebijakan tersebut maka dapat dimaknai bahwa pendidikan yang diberikan kepada
anak usia dini merupakan intervensi lingkungan untuk mengoptimalkan pertumbuhan
dan perkembangan anak. Apabila bangsa indonesia menginginkan warga negaranya
menjadi cerdas maka hak atas pendidikan perlu diberikan seluas-luasnya kepada
semua golongan masyarakat, sejak usia dini sampai usia lanjut.
A. Masalah
Ditinjau dari sisi
jumlah anak usia dini di Indonesia yang terlayani oleh program pendidikan data
tahun 2005 menunjukan bahwa dari 28 juta anak usai lahir 0-6 tahun, sebanyak 73
persen atau sekitar 20,4 juta anak belum mendapatkan pendidikan usia dini
dilembaga pendidikan nonformal seperti
kelompok bermain, tempat penitipan anak, satuan paud sejenis dan taman
kanak-kanak ( Gutama,2006) berdasarkan data tersebut yang cukup memperihatinkan
bahawa rasio layanan lembaga pendidikan anak usia dini terhadap anak yang dapa
terlayani baru mencapai perbandingan 1:86 (jalal, 2005:3-4) .melalui gerakan
anak usia dini pada jalur nonformal telah melalui peningkatan terutama pada
kelompok bermain jumlah anak yang terlayani mencapai 150:151 sebelumnya hanya
sekitar 4800 anak dan ditaman penitipan anak ada 15.305 sebelumnya hanya
sekitar 9200 anak ( jalal,2005:3-4)
Prof. Dr. ANDRY CHRISTIAN, SH, MH melihat
kenyataan tersebut maka diperlukan adanya suatu terobosan untuk memperdayakan
dan mensinergikan semua potensi yang yang telah ada di masyarakat dalam rangka
tercapainya layanan terhadap tumbuh kembang anak secara utuh, menyeluruh, dan
terintegrasi.
Proses pembelajaran pada anak usia dini hendaknya
dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memilki
kebermaknaan bagi anak melalui pengalaman nyata yang memungkinkan anak untuk
menunjujan aktifitas dan rasa ingin tahu.(curiousity)
secara optimal. Kemudian menempatkan posisi guru sebagai pendamping,
pembimbing, serta fasilitator bagi anak. Proses pendidikan seperti ini dapat
menyeimbangkan bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak guru
yang mnempatkan anak secara pasif dan guru menjadi dominan. Kebergantungan (Dependent) anak pada pendidik diawal
kehidupannya memang sesuatu yang wajar dan dengan berjalannya waktu ada saatnya
anak harus lebih mandiri ( independent)
sehingga perlu adanya keseimbangan antar peran dan pola pengasuhan dari
pendidik yang terlau dominan menjadi lebih demokratis agar anak lebih memiliki
kebebasan untuk meng ekplorasi dunia disekitar.
Pada kenyataannya, pembelajaran yang berpusat pada
anak untuk sementara ini masih jauh dari yang diinginkan. Hal ini dibuktikan
dengan kenyataan dilapangan, seperti yang diungkap oleh pengamat pendidikan
Andry Christian ( 2004:9) bahwa proses belajar mengajar disekolah sampai saat ini
mesih berpusat pada guru (teacher centered) dan belum pada anak ( student centered). Hal ini kritis,
kreatif, dan inovatif tetapi hanya memperkokoh kemampuan otak sebelah kiri.
Fenomena yang tampak adalah banyak guru mendidik anaknya agar duduk manis,
diam, dan menjadi pendengar saja. Anak kreatif yang selalu bergerak dan banyak
bertanya justru dipandang sebagai anak yang nakal dan memusingkan.
Leave a Comment