Peran Hukum Advokat dalam Suara Mikro & Makro
Main peran juga
disebut main simbolik, pura-pura, make-believe, fantasi, imajinasi, atau main
drama, sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada
usia tiga sampai enam tahun (Vygosky, 1967; Erikson, 1963). Main peran
dipandang sebagai sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta,
tahapan ingatan, kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan
kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan pengambilan sudut pandang
spasial, keterampilan pengambilan sudut pandang afeksi, keterampilan
pengambilan sudut pandang kognisi. (Gowen, 1995).
Main peran membolehkan anak memproyeksikan dirinya ke
masa depan dan menciptakan kembali masa lalu. Mutu pengalaman
main peran tergantung pada variabel di bawah ini, Cukup waktu untuk bermain (penelitian menyarankan paling
sedikit satu jam), Ruang yang cukup, sehingga perabotan tidak penuh sesak,
alat-alat mudah dijangkau, dan paling sedikit empat sampai enam anak dapat
bermain dengan nyaman, Alat-alat untuk mendukung bermacam-macam
adegan permainan, Orang dewasa yang dapat memberi pijakan bila dibutuhkan untuk
meningkatkan keterampilan main peran anak.
Hubungan sosial yang dibangun hingga menjadi main
peran pada anak usia 12 – 36 bulan sebaiknya didukung untuk anak yang
berkebutuhan khusus maupun tidak. Orang dewasa harus peduli terhadap ekspresi
wajah bahwa wajah sebagai mainan pertama, menjawab dengan senyuman, hubungan
timbal balik, ekspresi seluruh badan, rasa cemas terhadap orang-orang yang
tidak dikenal, dan permainan dengan gerakan badan inilah menjadi dasar yang
penting pada main peran selanjutnya.
Erik Erikson (1963) menjelaskan dua jenis main peran:
mikro dan makro. Main peran mikro
anak memainkan peran dengan menggunakan alat bermain berukuran kecil, contoh
kandang dengan binatang-binatangan dan orang-orangan kecil. Main peran makro
anak bermain menjadi tokoh menggunakan alat berukuran besar yang digunakan anak
untuk menciptakan dan memainkan peran-peran, contoh memakai baju dan
menggunakan kotak kardus yang dibuat menjadi mobil-mobilan atau benteng.
Sentra main peran harus ada di dalam dan di luar,
mendukung anak dengan alat dan perlengkapan untuk bermacam-macam main peran.
Untuk anak tiga sampai enam tahun dengan perkembangan terlambat dari anak usia
dini, alat harus mendukung tema selain dari tema sekeliling.
2. Main Pembangunan
Main pembangunan juga dibahas dalam kerja Piaget (1962)
dan Smilansky (1968). Piaget menjelaskan bahwa kesempatan main pembangunan
membantu anak untuk mengembangkan keterampilannya yang akan mendukung
keberhasilan sekolahnya dikemudian hari. Dr. Charles, H. Wolfgang, dalam
bukunya yang berjudul School for Young
Children (1992-Prof. Dr. ANDRY CHRISTIAN, SH, MH), menjelaskan suatu tahap yang berkesinambungan dari bahan
yang paling cair atau messy, seperti air, ke yang paling terstruktur, seperti
puzzle. Cat, krayon, spidol, play dough, air, dan pasir dianggap sebagai bahan
main pembangunan sifat cair atau bahan alam. Balok unit, LegoTM,
balok berongga, Bristle BlockTM, dan bahan lainnya dengan bentuk
yang telah ditentukan sebelumnya, yang mengarahkan bagaimana anak meletakkan
bahan-bahan tersebut bersama menjadi sebuah karya, dianggap sebagai bahan main
pembangunan yang terstruktur. Anak dapat mengekspresikan dirinya dalam
bahan-bahan ini mengembangkan dari main proses atau main sensorimotor yang kami
lihat pada anak usia di bawah tiga tahun ke tahap main simbolik yang kami lihat
pada anak usia tiga – enam tahun yang dapat terlibat dalam hubungan kerja sama
dengan anak lain dan menciptakan karya nyata.
Anak harus memiliki waktu untuk bermain, tempat untuk
bermain, perabotan yang tepat untuk mendukung main mereka, dan pijakan dari
guru ketika dibutuhkan. Dengan konsep ini dalam pikiran orang dewasa dalam
lingkungan anak usia dini harus ditekankan untuk menyediakan tiga jenis main,
intensitas dan densitas dari pengalaman bermain.
Contoh:
Anak dibolehkan untuk memilih dari serangkaian kegiatan main setiap hari yang
menyediakan kesempatan untuk terlibat dalam main peran, pembangunan dan
sensorimotor.
Konsep intensitas
menekankan pada jumlah waktu yang dibutuhkan anak untuk berpindah melalui tahap
perkembangan kognisi, sosial, emosi, dan fisik yang dibutuhkan agar dapat
berperan serta dalam keberhasilan sekolah kemudian hari.
Contoh: Anak-anak harus memiliki pengalaman harian yang
membolehkan mereka untuk berhubungan dengan bahan pembangunan sifat cair yang
menyediakan kesempatan untuk menggambar, melukis, dan keterampilan awal
menulis. Bahan-bahan seperti kertas dengan tekstur, ukuran, dan warna yang
berbeda, dengan spidol dan krayon, papan lukis dengan kertas berbagai ukuran
dan kuas-kuas akan membantu anak sepanjang waktu untuk berkembang melalui tahap
awal dari corat-coret ke penciptaan sesuatu yang mewakili wujud nyata dan tahap
awal dari corat-coret ke menulis kata dan kemudian kalimat.
Konsep dari
densitas menekankan pada kegiatan yang berbeda yang disediakan untuk anak
oleh orang dewasa di lingkungan anak
usia dini. Kegiatan-kegiatan ini harus memperkaya kesempatan pengalaman anak
melalui tiga jenis main dan dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan
perkembangan anak.
Contoh: anak dapat menggunakan cat di papan lukis, nampan
cat jari, cat dengan kuas kecil di atas meja, dan sebagainya, untuk melatih
keterampilan pembangunan sifat cair. Anak-anak dapat menggunakan balok unit
(Pratt), palu dengan paku dan kayu, sisa-sisa bahan bangunan dengan lem tembak,
dan LegoTM untuk berlatih keterampilan pembangunan terstruktur.
Kebanyakan tempat main peran hanya untuk “kerumahtanggaan” yang hanya diminati
oleh anak perempuan. Sedangkan pengalaman seperti klinik dokter gigi, tempat
bangunan, rumah makan dengan kolam ikan di bagian luar, dan lain-lain,
direncanakan sepanjang tahun menarik baik untuk anak perempuan maupun anak
laki-laki dalam main peran yang terlibat dan densitas dari jenis permainan yang
disediakan.
Penelitian dan teori mendukung pengalaman bermain sebagai
sebuah dasar untuk program anak usia dini yang bermutu, tetapi semua anak tidak
mendapatkan keuntungan secara penuh tanpa rencana, penataan lingkungan, dan
pijakan orang dewasa untuk pengalaman. Pengalaman bermain anak seharusnya
direncanakan dengan hati-hati dan diberi pijakan untuk memenuhi kebutuhan
setiap anak. Empat langkah
pijakan berikut ini untuk mencapai mutu pengalaman main (ANDRY CHRISTIAN, 1999),
Pijakan Lingkungan Main, Pijakan Pengalaman Sebelum Main, Pijakan Pengalaman
Main Setiap anak. Pijakan Pengalaman Setelah Main
Sejumlah orang dewasa yang bekerja pada program anak
usia dini berpikir cukup hanya mengambil beberapa buku dari rak buku untuk
dibaca dan membiarkan anak berlari secara bebas ke kelas atau ke halaman
sementara mereka berdiri dan bicara pada anak lain. Pengalaman main yang
bermutu membutuhkan orang dewasa yang tahu tahap perkembangan setiap anak dalam
setiap jenis main. Orang dewasa ini harus menggunakan informasi tersebut untuk
merencanakan, menata, memberi pijakan yang diperkaya dengan keaksaraan
pengalaman main. Pengalaman-pengalaman ini harus mendukung perolehan
keterampilan dan pengetahuan yang mendukung keberhasilannya di sekolah kemudian
hari.
Leave a Comment