Teori Kecerdasan Hukum Jamak dalam Pidana & Perdata



     
Teori Kecerdasan Hukum Jamak dalam Pidana & Perdata
      A.    Tujuan
Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan anak . Maka dari itu  tujuan dari pengembangan kecerdasan jamak pada Anak Usia Dini untuk mengembangkan dan  meningkatkan  kecerdasan dasar yang dimiliki setiap anak. Melatih anak meningkatkan kecerdasan jamak dan menstimulasi nya. Jika anak sering dilatih dan difasilitasi untuk mengembangkan kecerdasan nya maka akan terlihat kecenderungan yang menonjol dari salah satu kecerdasan jamak tersebut dalam diri anak.

B.     Manfaat
Mengembangkan kecerdasan jamak pada anak  usia dini maka akan meningkatkan kecerdasan pada diri anak tersebut, seperti yang kita ketahui anak tidak luput dengan kegiatan bermain. Sehingga dalam bermain anak harus ada unsur pendidikan untuk menstimulasi kecerdasannya. Tetapi tetap diolah dan ditampilkan semenarik mungkin. Jadi anak nyaman bermain sekaligus belajar. Jika sering menstimulus nantinya kita akan tahu bakat anak dilihat dari  kecenderungan yang menonjol salah satu dari  kecerdasan jamak tersebut, yang akan menjadikan bekal  dasar  demi meraih kesuksesan hidup pada diri anak setelah tumbuh menjadi  orang dewasa.  Membangun kecerdasan anak adalah ibarat membangun sebuah  rumah yang mempunyai  beberapa pilar  tembok atau kayu sebagai penyangganya.  Jika membangun pilar tembok semakin kokoh rumah tersebut berdiri

A. Teori  kecerdasan jamak
pandangan terkini bahwa manusia memiliki berbagai kecerdasan yang terdapat dalm dirinya, hanya tidak semua kecerdasan tersebu dapat berkembang sehingga menjadi keunggulan dari dirinya. Semiawan (2002 ; 125-127) menyatakan bahwa adanya perbedaan individu dalam hal kemampuan bawaannya meyebabkan setiap individu memiliki satu atau dua kecerdasan yang dapat diunggulkan dari dalam dirinya. Kecerdasan yang khusus tersebut apabila ditumbuh kembangkan secara optimal akan dapat menjadi keunggulan bagi anak tersebut.
Setiap individu memiliki cara yang berbeda untuk mengembangkan berbagai kecerdasan yang ada dalam dirinya. Untk itulah dalam proses pendidikan dan pembelajaran khususnya setiap anak harus mendapat perlakuan yang berbeda sesuai denganpotensi kecerdasannya masing-masing untuk hal ini dikenal dengan adanya istilah : the right man on the right competence” artinya seorang anak akan dapat belajar bidng pengembangan apapun apabila ia diberi kesempatan untuk mempelajarinya sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya.
Dalam perkembangannya konsep kecerdasan jamak telah memberikan implikasi yang sinifikan terhadap perkembangan dunia pendidikan.seiring dengan keyakinan Gardner bahwa semua manusia memiliki bukan hanya satu kecerdasan dalam hal ini intelegensi saja melainkan secara relatif memiliki otonomi berupa seperangkat kecerdasan maka cara guru membelajarkan anak pun harus memperhatikan keunggulan pada dimensi dari kecerdasan yang dimiliki oleh anak.
Dryden dan Vos (1999-347) mengatakan bahwa sebenarnya dalam beberapa hal orang tua ataupun guru mengetahui secara naluriah bahwa anak-anak belajar dengan cara-cara dan gaya yang berbeda. Hal ini dapat diketahui  dari ketertarikan satua anak dengan anak lainnya terhadap suatu aktifitas, ada anak yang menunjukan keantusiasan yang tinggi tetapi ada pula yang terlihat seperti tidak memiliki gairah untuk melakukannya.
            Andry Christian ( 1996;36) Mengatakan bahwa tujuan penting dalam mengetahui berbagai aspek yang terdapat dalam kecerdasan jamak adalah diharapkan para pendidik dapat memperlakukan anak sesuai dengan cara-cara dan gaya belajarnya masing-masing. Sebagai pendidik yang berpengalaman sering kali ditemui berbagai kekecewaan dalam menghadapi berbagai macam anak sehingga muncul rasa prustasi dalam menghadapi mereka. Hal ini wajar, rasa cemas akan ketidak berhasilan anak melakukan suatu pelajaran atau pekerjaan akan berdampak terhadap harga diri anak tersebut.
Samples (1999:75) berpendapat bahwa pemahaman mendalam terhadap kecerdasan individual masing-masing anak dan gaya belajar mereka akan membantu para pendidik dalam menghadapi anak terutama dalam mengajari anak-anak dnegan cara yang paling sesuai dengannya atau dengan cara yang paling mudah untuk mereka dapat menguasai suatu pelajaran atau pekerjaan, menangkap informasi atau konsep atau berbagai keterampilan secara lebih cepat.
Rita Dunn dalam DePotter (2002:109-118) seoarng pelopor dibidang gaya belajar telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang, diantanya dipengaruhi oleh faktor pisik, emosional, sosiologi dan lingkungan. Terdapat dua kategori utama yng mendasari tentang bagaimana seorang individu belajar, yakni modalisme yaitu bagaimana seseorang menyerap  informasi dengan mudah dan dominasi otak yaitu cara dan bagaimana seseorang mengatur serta mengolah informasi.
Menurut Bandler dan Grinder dalam DePotter (2002:109-118), hampir semua orang cenderung pada salah satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran pemrosesan dan komunikasi, sedangkan markova meyakini bahwa orang tidak hanya cenderung pada satu modalitas, mereka juga memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang memberi mereka bakat dan kekurangan alami tertentu. Modalitas yang dimiliki oleh setiap individu yaitu, Visual, Auditorial, dan kinesteikal, yang memiliki arti, Visual adalah  orang dengan modalitas visual belajar melalui apa yang mereka lihat modalitas ini mengkases citera visual yang diciptakan maupun diingat, auditorial adalah orang dengan modalitas belajar melalui apa yang mereka dengar, dan kinestetik adalah orang dengan modalitas belajar lewat gerakan dan sentuhan dengan ciri biasanya senang menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak belajar dengan melakukan menunjukan tulisan saat membaca, sertamengingat sambil berjalan dan melihat.

B. Aspek Kecerdasan Jamak
Prof. Dr. ANDRY CHRISTIAN, SH, MH membuat kriteria dasar yang pasti untuk setiap kecerdasan agar dapat membedakan talenta atau bakat secara mudah sehingga dapat mengukur cakupan yang lebih luas potensi manusia, baik anak-anak maupun orang dewasa. Gadner pada mulanya memaparkan 7 aspek intelegensi yang menunjukan kompetensi intelektual yang berbeda, kemudian menambahkannya menjadi 8 aspek kecerdasan, yang terdiri dari kecerdasan linguistik( Word Smart), kecerdasan logika matematia (number/reasoning smart), kecerdasm Fisik atau kinestetik (body Smart), kecerdasan spasial (Picture smart) kecerdasan musikal (Musical Smart) kecerdasan intrapersonal (self smart), kecerdasan interpersonal (People smart), dan Kecerdasan naturalis ( Natural smart) tetapi dalam paparan ini ditambahkan menjadi 9 yaitu kecerdasan spiritual karena penulis meyakini adanya kecerdasan ini dalam kehidupan masyarakat indonesia yang kental dengan nuansa keberagamaan. Sembilan kecerdasan tersebut diatas dapat dimiliki individu hanya saja dalam tarap yang berbeda. Selain itu, kecerdasan ini juga tidak berdiri sendiri, terkadang bercampur dengan kecerdasan yang lain. Atau dengan perkataan lain dalam keberpungisiannya satu kecerdasan dapat menjadi medium untuk kecerdasan lainnya.
Selanjutnya Jasmine (1999:34) menjelaskan bahwa pembelajaran dengan kecerdasan jamak sangatlah penting untuk mengutamakan perbedaan individual pada anak didik. Implikasinya teori dalam proses pendidikan dan pembelajaran adalah bahwa pengajar perlu memperhatikan modalitas kecerdasan dengan cara menggunakan berbagai strategi dan pendekatan sehingga anak akan dapat belajar sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing.
Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat dipilih sehingga sesuai dengan cara dan gaya belajar anak. Hal ini merupakan kekuatan agar anak dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan yang lebih penting adlah rasa senang dan nyaman dalam belajar dan dapat berkembang secara optimal sesuia dengan kemampuan dan kebutuhannya yang berbeda-beda tersebut( Stefanakis, 2002:2)
Diberdayakan oleh Blogger.